-->

Kurangnya Perhatian Pemerintah Terhadap Pelaut

 Kurangnya Perhatian Pemerintah Terhadap Pelaut - Pelaut sampai saat ini masih belum di perhatikan oleh pemerintah bahkan terkesan di jadikan sapi perahan. Padahal bila kita tengok lebi dalam sebenernya pelaut adalah salah satu penggerak ekonomi bangsa ini.

Dari mulai nelayan sampai ke pelaut luar negeri , mereka telah cukup banyak berjasa dengan kemajuan bangsa. Meratakan dan mendistribusikan barang antar pulau, Menghasilkan devisa, Sektro vital pada pertambangan dan minyak serta hal yang lainnya.

Meskipun Indonesia merupakan negara maritim, kondisi para pelaut di tanah air masih sangat memprihatinkan. Banyak pelanggaran terkait ketenagakerjaan yang mereka alami, sehingga menjadikan profesi pelaut penuh tantangan. 

Nasib Pelaut
Nasib Pelaut

Sekretaris Jenderal Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), Asep Arisandi, menyatakan bahwa pemerintah belum melakukan pengawasan, perlindungan, dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pelaut secara optimal.

Hal ini terlihat dari banyaknya kasus yang terjadi, seperti gaji yang rendah, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, gaji yang tidak dibayarkan, maraknya calo pelaut yang tidak bertanggung jawab, serta diskriminasi terhadap pelaut wanita.

Selain itu, masih sering terjadi penggunaan dan peredaran ijazah kepelautan palsu, birokrasi yang rumit dalam pengurusan dokumen kepelautan, serta tumpang tindih regulasi yang mengatur penempatan dan perlindungan pelaut Indonesia. 

Padahal, Pasal 337 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran telah menetapkan bahwa ketentuan ketenagakerjaan di sektor pelayaran harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Contohnya, Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang masih merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan tidak melibatkan Kementerian atau Dinas yang berwenang di bidang ketenagakerjaan. 

Kondisi ini menyebabkan banyak pelaut menerima upah di bawah upah minimum. Seharusnya, pelaut berhak mendapatkan upah di atas ketentuan Upah Minimum, mengingat mereka merupakan tenaga kerja dengan risiko tinggi dan memiliki sertifikat kompetensi/profesi yang diakui oleh International Maritime Organization (IMO).

Sementara itu, dalam Pasal 19 ayat 6 Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan tenaga kerja pelaut akan diatur dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setelah mendengarkan pendapat dari menteri terkait.

Namun, Asep mengungkapkan bahwa terdapat ketidakselarasan antara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang terkesan beroperasi secara terpisah.

Kedua kementerian tersebut seharusnya saling berkoordinasi untuk menghasilkan regulasi kepelautan yang dapat mengakomodasi penempatan dan perlindungan bagi pelaut Indonesia, baik yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri.

PPI, lanjutnya, mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi mengenai pengupahan pelaut serta regulasi terpadu terkait penempatan dan perlindungan pelaut. Mereka juga menuntut tindakan tegas terhadap penggunaan dan peredaran ijazah pelaut yang tidak sah.

"Kami berharap pemerintah dapat meratifikasi Konvensi ILO No. 188 tahun 2007 mengenai Pekerjaan di Sektor Perikanan, serta melibatkan organisasi atau serikat pekerja pelaut dalam proses pembahasan regulasi yang berkaitan dengan kepelautan," tegasnya.

Sebelumnya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Tenaga Kerja Maritim (MLC) 2006 pada tahun 2016 melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan Konvensi Tenaga Kerja Maritim 2006.

Baca Juga ;

LihatTutupKomentar