Fungsi Peahu Bagi Masyarakat

FUNGSI PERAHU BAGI MASYARAKAT - Jika kita menilik buku yang ditulis oleh tim dari Budi Santoso yang berjudul “Perahu Tradisional Jawa Tengah”, maka pembahasan mengenai fungsi dan peranan social perahu ada di bab V, yang kemudian dibagi menjadi tiga sub bab, yakni: fungsi religi, fungsi social, dan fungsi ekonomi. 

Peranan Perahu bagi masyarakat

Dalam bab ini, penulis tidak hanya mengungkapkan secara teoritis saja mengenai fungsi dan peranan social perahu, melainkan juga memberikan contoh-contoh yang riil yang terjadi dalam masyarakat serta gambar-gambar yang terkait dengan fungsi dan peranan social perahu tersebut. 

pembahasan pertama dimulai dengan memaparkan hubungan antara perahu dengan masyarakat.


FUNGSI PERAHU BAGI MASYARAKAT

perahu Masyarakat
perahu Masyarakat

Perahu bagi masyarakat nelayan atau masyarakat yang bermatapencaharian mencari ikan, memiliki fungsi dan peranan yang cukup luas. Dari adanya fungsi dan peranan perahu ini maka akan terlihat dinamika masyarakat dalam mengatasi permasalahan hidup dan sosialnya. 

Berkaitan dengan keberadaan perahu di masyarakat, maka fungsi dan peranan perahu daoat meliputi: fungsi religi, fungsi social, maupun fungsi ekonomi.

Fungsi Religi Pada Perahu

Fungsi religi pada perahu adalah wujud dari adanya emosi keagamaan dari manusia, yang pada akhirnya mendorong manusia melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. 

Kegiatan religi yang berkaitan dengan keberadaan perahu dapat terlihat dari hiasan dan berbagai upacara tradisi dalam kehidupan masyarakat. 

Symbol atau hiasan yang ada di perahu dapat dijadikan sebagai sugesti oleh si pemakai dan pemilik perahu, misal: pemilik perahu akan mendapat keselamatan terhindar dari bahaya, hasil ikan memuaskan, maupun kepuasan batin lainnya. 

Salah satu contohnya adalah penggunaan symbol patung kepala naga/Rojomolo pada ujung perahu kerajaan Surakarta, hiasan kepala gajah, kuda, dan lainnya bagi penggawa-penggawa kerajaan.

Selain terlihat dari penggunaan symbol-simbol pada perahu, fungsi religi dari perahu juga diwujudkan dengan adanya berbagai upacara adat atau tradisi dari masyarakat, misalnya saja adanya upacara tradisional Jongko di Kranggan Rembang. 

Upacara Jongko ini dilakukan ketika masa paceklik mencari ikan tiba, dengan harapan agar musim paceklik mencari ikan tidak berlangsung lama dan segera berakhir. 

Ada juga upacara Dulkadiran yang merupakan salah satu bentuk upacara perpaduan budaya Jawa dengan Islam. 

Upacara Dulkadiran ini sangat didominasi oleh para juragan atau pemilik perahu, dengan tujuan sebagai ucapan terimakasih atas melimpahnya hasil tangkapan laut yang didapat yang sering disebut “along”. 

Selain itu, ada juga upacara pemberkatan perahu yang saat ini mungkin sudah jarang dijumpai. Upacara pemberkatan perahu ini ada dua macam, yaitu ketika perahu akan dibuat dan ketika perahu akan dipergunakan. 

Tujuannya adalah agar perahu tersebut dapat membawa keselamatan dan hasil laut yang melimpah bagi pemilik dan pemakai perahu.

Upacara tradisional lainnya yang berkenaan dengan fungsi religi perahu adalah adanya upacara sedekah laut. Sedekah laut adalah upacara yang lazim dilaksanakan oleh masyarakat pesisir pantai yang sebagian besar warganya berprofesi sebagai nelayan, misalnya saja di Kendal, Rembang, dan Juwana. 

Upacara sedekah laut di Desa Bandengan Kendal dilakukan setiap bulan Asyuro dengan melarung sesaji yang berupa kepala kambing dan sesajen lainnya ke tengah laut. 

Dengan upacara ini diharapkan para nelayan akan memperoleh hasil yang melimpah dan selamat serta aman dari mara bahaya. 

Selain melarung sesaji, pada saat upacara disertai juga dengan pertunjukan music dangdut, wayang kulit, lomban, dan lain sebagainya. 

Hal ini hampir sama dengan upacara lomban dan kupatan di Juwana, yang juga dilaksanakan setiap satu kali dalam setahun. 

Pelaksanaan acara ini dilakukan dengan berbagai acara, seperti: pentas wayang kulit, panjat pinang, music dangdut, mengejar itik, lomba dayung, dan sebagainya. 

Semua acara ini adalah merupakan wujud syukur masyarakat Juwana kepada Tuhan atas semua hasil yang mereka peroleh dari laut. Sedangkan untuk daerah Rembang, acara kupatan biasanya berpusat di Desa Tasik Agung. 

Kegiatannya hampir sama dengan acara sedekah laut yang ada di Juwana dan Kendal, bedanya adalah jika di Rembang ditembah dengan adanya pertunjukan seni Tong Tong Klek yang dilaksanakan sebelum hari raya kupatan tersebut.

Fungsi Sosial Pada Perahu

Selain mempunyai fungsi social, perahu juga memiliki fungsi social dalam kehidupan masyarakat. Fungsi social ini terlihat dalam berbagai aktifitas dan bentuk kegiatan masyarakat dalam mencari ikan. 

Aktifitas social ini pada akhirnya melahirkan struktur atau golongan social di masyarakat, yaitu antara nelayan pemilik atau juragan dan nelayan buruh. Nelayan pemilik/juragan seringkali didasarkan atas hak kepemilikan perahu maupun banyaknya modal untuk biaya mencari ikan. 

Kelangsungan hubungan antara juragan dengan buruh nelayan didasari atas hubungan patron klien, yakni hubungan yang didasarkan atas adanya ikatan persaudaraan atau kerabat atau tetangga. 

Hubungan atas dasar inilah yang menyebabkan antara juragan dengan buruh dapat bekerjasama dalam waktu yang sangat lama dan usaha bisnis mereka tetap berlangsung baik, meskipun terjadi permasalahan akan mudah penyelesaiannya. 

Jika nelayan pemilik/juragan adalah orang yang jarang atau bahkan tidak pernah terjun langsung untuk menangkap ikan dilaut, maka nelayan buruh adalah orang yang bekerja secara langsung menangkap ikan dilaut. 

Hubungan social yang antara juragan dengan buruh akan tercipta apabila juragan memiliki empati dan perhatian yang tinggi terhadap buruhnya. 

Perhatian inilah yang akan menyebabkan nelayan buruh akan bekerja dengan tulus dan sungguh-sungguh dalam mencari ikan, demikian pula sebaliknya. 

Dari sini sudah terlihat jelas bagaimana perahu dapat menciptakan suatu hubungan atau struktur social yang kompleks, yakni antara juragan dengan nelayan buruh.

Fungsi Ekonomi Pada Perahu

Kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan perahu tentu saja telah menggerakkan sector perekonomian bagi masyarakat pendukungnya. 

Kegiatan ekonomi ini sudah dapat dimulai dari saat proses pembuatan perahu, perdagangan perahu, dan pemanfaatan perahu dalam kehidupan masyarakat yang bermatapencaharian mencari ikan. 

Dari sebuah perahu saja sudah bisa menggerakkan roda ekonomi suatu masyarakat, bahkan ketika perahu tersebut baru akan dibuat. 

Namun demikian, fungsi ekonomi perahu yang paling terlihat adalah ketika nelayan memanfaatkan perahu tersebut sebagai salah satu sarana yang paling penting untuk mata pencahariannya. 

Gerak ekonomi Nampak tatkala adanya pembagian hasil dari ikan yang diperoleh, serta adanya aktivitas perdagangan di sekitar lokasi pelelangan ikan. Apa pun itu, yang jelas perahu mampu menjalankan fungsi ekonominya dengan sangat baik dalam suatu kelompok masyarakat.

Konteks dari Buku Pembanding

Buku yang didalamnya juga membahas mengenai fungsi dan peranan social perahu adalah JAGAD MARITIM: Dialektika Modernitas dan Artikulasi Kapitalisme pada Komunitas Konjo Pesisir di Sulawesi Selatan, yang ditulis oleh Darmawan Salman, dan diterbitkan oleh penerbit Ininnawa Makassar tahun 2006. 

Selain itu, ada juga buku yang ditulis oleh Sulaiman BA yang berjudul “PERAHU MADURA”. 

Buku ini diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional tahun 1982. 

Dalam kedua buku ini, pada bagian bab tertentu, juga dijelaskan mengenai fungsi dan peran social perahu dalam masyarakat, walaupun pada dasarnya kedua buku ini memiliki inti yang berbeda. 

Fungsi dan peran social perahu dijelaskan pada bab III dalam buku Perahu Madura, walaupun fungsi dan peran tersebut hanya dibatasi pada fungsi dan peranan social perahu di Madura. 

Sedangkan jika kita melihat dari buku Jagad Maritim, maka kita akan bisa membendingkan pendapat antara kedua penulis mengenai konsep upacara-upacara tradisional terkait dengan fungsi religi perahu.

 Misalnya saja bisa kita lihat dari salah satu paragraph dari buku Jagad Maritim yang berbunyi, 

“Selain bermakna meneruskan kebiasaan nenek moyang yang terkait dengan simbol mitos, magik dan mistik, yang dengan demikian ia tergolong tindakan tradisional; pelaksanaan upacara tersebut telah mengalami reinterpretasi, yang dengan itu bukan sekedar meneruskan kebiasaan, tetapi ada makna lain yang menjadi dasar motivasinya” (hal. 83-84)

Penulis Jagad Maritim juga menyimpulkan tiga motivasi mengapa tradisi praktek ritual dan mistik tetap dijalankan, 

pertama: sebagai tradisi yang dipercayai akan menunjang kekuatan dan keselamatan perahu; 

kedua, sebagai bentuk legitimasi terhadap tradisi pembuatan perahu lebih kuat; dan ketiga, sebagai tontonan wisata. Khusus motivasi pertama, penulis menuliskan “ … meskipun kebenaran tentang hubungan antara upacara dengan kekuatan dan keselamatan perahu sulit dibuktikan” (hal. 84). 

Ya, kelihatannya tidak ada hubungan, tapi sebenarnya, praktek ritual dan mistik dalam pembuatan perahu adalah metafora dari siklus kehidupan manusia dan pola pergaulan sosial masyarakat. 

Demikian juga aturan teknis pemasangan bagian-bagian perahu yang penuh dengan pemali-pemali, tapi sebenarnya masuk akal (rasional) jika dikaji motivasi di balik itu. 

Dengan kata lain, ada motivasi yang belum dikemukakan oleh penulis, bahwa beberapa praktek yang sekilas terlihat sebagai ritual-mistik, sebenarnya, adalah kontrak sosial antara pemesan dengan tukang perahu; sebenarnya aturan teknis yang bisa dibuktikan secara ilmiah.

sumber: Santoso, Budi dkk. 2007. Perahu Tradisional Jawa Tengah. Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

           
         
close